WELCOME TO MY BLOG

Welcome To Make it simple BLOG

Minggu, 22 Mei 2016

Cerpen Harapan Baru

 Harapan Baru


“satu.. dua… tiga..” aku menghitung detik jam dinding kamarku sambil terbaring lemah di tempat tidurku. Semenjak aku mengalami kecelakaan 3 tahun yang lalu, aku mengalami penderitaan yang amat berat. Kini tangan dan kakiku lumpuh, terpaksa harus selalu berada di kamar kecuali jika ada seseorang yang mengajakku dan menuntunku berjalan di luar menggunakan kursi roda. Orang tuaku sudah membawaku berobat kemanapun, namun tiada hasilnya, aku masih tetap lumpuh dan menghabiskan banyak biaya berobat. Namun hal yang paling menyakitkan bagiku ialah semenjak kecelakaan itu juga aku memiliki kelebihan bisa melihat setiap kejadian buruk yang bakal menimpa seseorang. Pernah aku mengutarakannya pada kerabatku yang bakal mengalami kecelakaan dan tewas seketika. Aku berniat mengatakan itu agar dia berhati-hati, namun ia malah tidak mempercayaiku dan memarahiku, seminggu kemudian.. ia mengalami kecelakaan dan tewas, persis dengan apa yang aku katakan. Namun hal itu pula lah yang semakin memperburuk keadaanku, banyak saudaraku, kerabat, dan teman-temanku yang semakin menjauhiku kecuali orang tuaku dan orang yang masih menyayangiku apa adanya.
“senja waktunya makan!” suara suamiku yang terlihat bersemangat itu terdengar, kemudian ia segera membuka pintu kamar dan duduk di kasur tempat aku berbaring. Aku pun memakan setiap sendok makan yang disuapkan oleh suamiku. “surya? Apakah kamu tidak merasa sedih” ucapku ketika sudah selesai makan “memang kenapa?” “sudah 4 tahun kita bersama, tetapi aku hanya memberikan kebahagiaan selama 1 tahun padamu, dan sisanya kamu menderita karenaku, kenapa kamu tidak meninggalkanku saja dan mencari yang lain, aku bahkan tidak bisa memberi keturunan untukmu” ucapku dengan suara sesak. Kulihat wajahnya yang agak sedih ketika aku mengatakan itu, namun wajahnya tiba-tiba berubah ceria lalu berkata “bagiku kamulah cinta pertama dan terakhirku, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Dulu kita pernah berjanji untuk selalu bersama apapun yang terjadi, aku tidak mau melanggar janji itu, lagipula aku hanya mencintaimu dan bukan dengan wanita lain” mendengar dia berkata seperti itu mataku langsung berkaca-kaca hatiku terasa haru mendengar kalimat itu, dia memang cinta sejatiku. Lalu ia mengatakan satu kata lagi, “dengarlah kalimat ini, aku sudah merasa bahagia berada di dekatmu, jadi jangan risau, aku tidak merasa sedih sehari pun selama tiga tahun ini”. Ia pun memelukku, memberikan kehangatan kasih dan sayangnya. Tak terasa wajahku telah terguyur air mata yang menyiratkan beribu haru karena ketulusan cintanya.
Aku pun menjadi bersemangat lagi untuk hidup, namun hal itu tidak berlangsung cukup lama, aku mendapat penglihatan lagi, bahwa suamiku akan segera meninggalkan dunia. Hal itu pula membuat mentalku semakin drop. Kenapa seseorang yang sangat dekat denganku akan di panggil oleh sang pencipta tidak lama lagi. Pagi itu adalah hari terakhirnya saat bersamaku, aku mengatakannya dengan terus terang bahwa saat bekerja bangunan kantor akan runtuh dan ia akan meninggal terkena reruntuhan itu, aku bersikeras menahannya hingga tumpah air mataku, namun hal itu sia-sia, dan dia tetap ingin berangkat bekerja. Lebih menyedihkannya lagi ia mengatakan “seandainya aku mendahuluimu pergi dari dunia ini, kamu janganlah bersedih dan berkecil hati, tetaplah jalani hidup ini dengan pantang menyerah.. aku yakin suatu saat nanti kamu akan sembuh dari cacatmu itu, aku yakin takdir bisa di rubah, jika memang tak bisa, Janganlah takut menghadapi takdir, karena kita tak bisa untuk terus bersembunyi dan takut dengan kenyataan yang terjadi” mendengar hal itu aku sedih, aku marah terhadap diriku sendiri, mengapa aku memiliki kelebihan yang sebenarnya tidak pernah aku inginkan dalam hidupku.
Siang itupun aku mendapat kabar bahwa suamiku meninggal tertimpa bangunan, aku amat sedih dan histeris, ingin bunuh diri namun tidak bisa, kelumpuhan dan kelebihan ini membuatku depresi. Dia yang merawatku selama 3 tahun ini telah tiada. Kenanganku yang tersisa hanyalah foto pengantin yang dipajang di dinding kamarku. Hal itu membuatku semakin sedih saat melihat dirinya dalam foto. Orang tuaku tidak tega melihatku berada dalam rumah ini sendirian. Akhirnya mereka memulangkanku ke rumah tempat orang tuaku sendiri. Sedangkan rumahku dibiarkan kosong. Aku tidak ingin berbicara lagi, semua yang telah kumiliki telah tiada, hanya tersisa orang tuaku yang masih sayang kepadaku.
“tes.. tes.. tes..” suara air keran kudengar di belakang, mungkin bocor karena sudah tua, hampir mirip aku. Yang hanya membebani orang yang berada di sekitarku. Kuratapi atap rumah ini yang sudah tua, sudah lama sekali aku tidak berada disini, di kamarku sendiri. Teringat kembali memori waktu kecilku, saat itu aku masih sangat di manja oleh orang tuaku dan sangat diperhatikan dari pada saudaraku yang lain, entah mengapa? Mungkin aku yang paling pintar saat di sekolah dan tidak suka rewel seperti saudaraku yang lain. Kupandang lagi pohon jambu dekat jendela kamarku, di situ pun tergurai kenangan lagi waktu bersama saudaraku dan teman-temanku saat bermain sewaktu kecil. Hanya memikirkan kesenangan dan tidak pernah meraskan kesedihan dan berpikir khawatir. Yah.. aku sangat rindu masa-masa itu.
“krieet..” tiba-tiba pintu kamarku terbuka oleh seseorang, di balik kamar itu terlihat saudaraku dan keluargaku yang bergerombol mendatangiku. “nina kami bermaksud ingin membawamu ke sebuah pengobatan alternatif, kamu mau kan sayang” ucap ibuku. “iya, terserah ibu” hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, wajah orangtuaku serta saudaraku seperti memberi harapan baru padaku, kemudian mereka pun membopongku menuju keluar rumah dan menaikkan aku ke mobil salah satu saudaraku. Aku tidak tahu pengobatan alternatif apa yang akan mereka coba, yang pasti aku tidak pernah berobat kelain tempat selain rumah sakit.
Tibalah aku di sebuah tempat yang cukup hijau, sebuah rumah yang banyak sekali pepohonan, tanaman yang mungkin seperti obat-obatan dan bunga-bunga yang berada di sekitarnya, tiba-tiba munculah seseorang pria yang berpakaian batik membuka pintu itu.
“silahkan masuk” ucap pria itu.
Di dalamnya terdapat alat-alat dokter serta daun-daun seperti jamu. “ini tempat apa?” tanyaku “gini lho nin, jadi disini klinik pengobatan yang menggunakan metode ilmiah, alami, dan spiritual” ucap salah satu saudaraku, aku sedikit melongo, namun aku tidak dapat menyangkalnya bahwa tempat ini benar-benar nyaman, rasanya teduh sekali. Jauh dari keramaian namun disini bukan pedesaan. Tempatnya sungguh strategis. Aku pun dibawa ke sebuah kamar, orang itu sepertinya mulai menerawangku dengan telapak tangannya tanpa menyentuh tubuhku. Dia pun selesai memeriksa dan memberikan sebuah ramuan kepada orang tuaku untuk diminum olehku.
Malam itu pun aku meminumnya, dan langsung tidur. Dalam tidurku aku bermimpi melihat sebuah ilalang dan ada seorang pria yang duduk di sebuah bangku berwarna putih. Akupun mendekatinya, namun aku tak menyangka ternyata dia suamiku “mas syamsi? Kemana saja kamu selama ini?” dia menolehku dengan wajah berseri-seri, “aku menunggumu disini, kau sudah berjalan rupanya” “tolong jangan pergi lagi” teriakku padanya, “sudahlah, iklaskan saja.. jalan hidupmu masih panjang, kelak kamu akan menemukan kebahagiaan baru” tiba-tiba di sekitar tempat itu menjadi semakin putih, putih yang menyilaukan. Hingga aku terbangun dari tidurku lalu berjalan keluar berharap bertemu dengannya, tiba-tiba sebuah tangan menggapaiku, “nina ternyata kamu sudah bisa berjalan sayang?” ternyata ibuku yang menggapaiku dan memelukku meneteskan air mata bahagia. Aku pun baru menyadari bahwa aku bisa berjalan, seolah sebuah mukjizat. Penderitaan selama 3 tahun itu seolah seperti mimpi. Wajahku pun tampak lebih ceria, hari baru kumulai lagi saat ini.’’
3 tahun kemudian
Aku berziarah ke makam mas syamsi sambil meletakkan bunga hatiku berkata “Mas syamsi kini aku punya keluarga baru, dan punya sebuah momongan. Terimakasih untuk semuanya. Tanpamu aku tidak akan pernah sebahagia ini. Kamu telah mengajariku tentang pengorbanan. Kini akulah yang menjadi pewarismu dan mengajarkan pengorbanan pada anak-anak ku, terimakasih, aku akan selalu mengenang jasamu itu”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar