Jembatan berlokasi di
Kalimantan: Lokasi, yang mana dalam zona
gempa Indonesia ada dalam kategori zona aman. Jadi, tipis kemungkinan seperti
Peace River Bridge yang kolaps karena pergeseran tanah dibawah
konstruksi.
Jembatan baru berumur 10
tahun: Biasanya sebuah jembatan
didesain untuk umur 30-50 tahun, kecuali ada perubahan beban diatasnya maka
perlu ditinjau. Maksudnya, semisal desai awal jembatan adalah untuk dilewati
beban bergerak (kendaraan) sekitar 100 kendaraan per hari kemudian
dikenyataannya adalah 200, tentu sudah tidak memenuhi syarat rencana awal
desain. Hal ini secara langsung berhubungan dengan umur jembatan.
Penyebab
utama kegagalan konstruksi tidak mencapai umur awal rencana:
1. Kesalahan Desain Awal (Pihak Perencana)
Untuk
perencanaan Jembatan, tentu ada standar yang mesti kita ikuti, misalnya, kalau
merencanakan Jembatan harus berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI), ikutilah ketentuan desain dan parameternya,
bagaimana perhitungan pembebanan (pertimbangan beban mati/berat konstruksi,
beban bergerak (beban yang bergerak diatasnya), beban angin, gempa dsb.).
Sehingga kekuatan rencana awal Jembatan bisa direalisasikan, dan kesalahan
dalam hal pemilihan material (tulangan, baut, bantalan elastomer, kabel untuk
jembatan tipe suspense, dlsbg.) bisa dihindari.
2. Penyimpangan Pelaksanaan di Lapangan (Tim Pengawas Lapangan)
Penyimpangan
pelaksanaan berarti: ketidaksesuaian spesifikasi teknik dan material.
Maksudnya, kesalahan pemasangan atau kesalahan pada material tidak seperti
rencana. Kesalahan pemasangan terjadi jika pelaksana lapangan lalai, atau
mungkin tidak mengerti membaca gambar (kerja di lapangan tapi tidak mengerti
gambar?). Kemudian, kesalahan penggunaan bahan: tentu berbeda menggunakan
tulangan ukuran 10 dengan 8 apalagi kalau sampai mengurangi jumlahnya, juga
kualitas dari merek satu dengan yang lain.
3. Perawatan (Pihak Maintenance)
Semua ada
umurnya, dan untuk itu perlu perawatan berkala untuk tetap mengantisipasi
kerusakan atau perubahan berkala yang terjadi pada konstruksi (misalnya, retak
karena beban yang diterima jembatan meningkat atau karena umur material, dsb).
Walau pada kenyataannya, bagian perawatan ini masih sering diabaikan, tapi
justru tidak kalah penting bila dibanding desain awal.
Jembatan Kutai Kartanegara adalah salah satu Jembatan
yang dirancang dengan menggunakan cable-suspension sebagai konstruksi utamanya
yang berfungsi sebagai penahan sekaligus penyalur tegangan-tegangan yang
terjadi yang diakibatkan beban-beban statis ataupun juga beban-beban dinamis.
Dimana dalam perhitungan konstruksi jembatan biasanya diistilahkan dengan Beban
Mati (Dead Load) dan beban hidup (live Load)
Selain kedua istilah beban tersebut masih ada istilah
lain untuk beban-beban yang biasa terjadi dan harus diperhitungkan antara lain
beban angin (Wind Load) dan beban yang disebabkan oleh gempa (Seismic Load)
serta masih adalagi tetapi jarang diperhitungkan yaitu Resonansi Load yang
disebabkan pengaruh dari suatu bunyi yang cukuup keras dan bisa menimbulkan getaran pada kontruksi
jembatan, terjadi pada tempat-tempat tertentu yang sering dilanda angin
kencangatau badai. Dalam analisis perhitungannya beban-beban tersebut harus
dikombinasikan antara satu dengan yang lain berdasarkan aturan-aturan yang
sudah baku dan telah ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang ahrus diikuti
dan dilaksanakan.
Adapun
yang dimaksud beban mati di atas adlah semua bagian komponen atau material
konstruksi yang bersifat tetap dan terus menerus membebani keberadaan
konstruksi tersebut. Untuk beban hidup umumnya merupakan beban segala macam
kandaraan yang melintas dan mempengruhi konstruksi tersebut sewaktu pada saat
berada diatasnya. Sedangkan beban angin dan beban gempa sifatnya temporary
tetapi tetap harus ada dalam analysisnya.
Mengamati dan mencermati dari insiden kagagalan
konstruksi pada jembatan kutai Kartanegara yang terjadi pada hari sabtu tiga
hari yang lalu berdasarkan keterangan saksi-saksi pada saat terjadinya insiden
kegagalan konstruksi, secara teoritis ada dua hal yang dapat menyebabkan hal
tersebut
1. Pertama,
akibat adanya pengruh maitenance atau pemeliharaan (saat insiden terjadi
maitenence/pemeliharaan sedang berlangsung).
2. kedua adanya
peningkatan beban hidup yang bisa menjadikan terjadinya kelebihan beban (over
load). Untuk alasan pertama kemungkinannya sangat kecil karena umumnya
maintenance atau pemeliharaan dilakukan dengan tidak mengganti atau merubah
konstruksi utama jembatan.
Bagaimana
dengan kemungkinan kedua hal ini terjadi secara tidak langsung akibat dari
adanya maintence/pemeliharaan dikarenakan adanya buka tutup salah satu sisi
jalan pada jembatan sehingga menyebabkan perlambatan dan bahkan bisa kemacetan
kendaraan yang berpengaruh pada peningkatan beban pada salah satu sisi yang
lain hal ini bisa membuat lantai jembatan miring tegak lurus sisi arah jalan
pada jembatan ini sesuai dengan keterangan salah seorang saksi yang melihat
terjadinya kemiringan sisi jembatan pada saat insiden. Mungkin hal ini
penyebabnya?
Jika dilihat dari kontruksinya yang terbagi menjadi
beberapa macam kontruksi yaitu Kontruksi utamanya, pertama adalah pondasi atau
pilar, pada jembatan Kartanegara ini meskipun ada sedikit cacat, tetapi tetap
kokoh berdiri, dalam hal ini tentunya bukan menjadi penyebab kegagalan
kontruksi pada jembatan Kartanegara ini. Kedua block beton penahan angkur cable
tetap ada serta masih kokoh dan demikian pula cable suspensionya tetap menempel
serta tergantung pada pilar utama, sekalipun ada informasi block beton sedikit
ada keretakan dan pergeseran tetapi hal itu sudah terjadi beberapa waktu
sebelumnya, indikasi itu bisa dicermati pernah adanya pelebaran pada perletakan
girder salah satu sisi yang terletak di Tenggarongnya.
Kalaupun hal tersebut terjadi karena kegagalan end
blok ternyata konstruksi rangka tetap tergantung pada tempatnya dan tidak
secepat hitungan detik jatuhnya bersamaan ke sungai serta adanya bekas dari
pergeseran tersebut. Dalam suatu kesempatan sertfikasi konstruksi pada 2004 di
kota Samarinda, salah satu mentornya
yang cukup mengetahui dalam perancangan jembatan tersebut menyebutkan secara
teknis bahwa untuk sistem pembagian distribusi pembebanan pada jembatan kutai
Kartanegara, terbagi 2, yaitu: rangka baja dengan bentang 270 meter tersebut
merupakan konstruksi penahan untuk semua beban mati yang disalurkan ke pilar
utama dan selanjutnya ke pondasi. Dan cable suspension utama sebagai penahan
konstruksi semua beban hidup untuk disalurkanke pilar dan seterusnya ke
pondasi.
Pada saat sebelum terjadinya keruntuhan adanya
peningkatan jumlah kendaraan yang melintas dalam ini merupakan beban hidup.
Tentunya akan diterima calbe suspension-nya sebagai penyalur utama tegangan
yang timbul dari akibat hal itu. Yang sangat menarik kiranya untuk dicermati
adalah semua beban hidup dari kendaraan yang akan disalurkan ke cable
suspension harus melewati kontruksi yang biasa disebut tie-rod/hanger atau
penggantung. Titik terlemah pada konstuksi tie-rod/hanger ini terletak pada
derat bautnya dan pada clampnya. Jika kita mengamati keruntuhan dilokasi
insiden, hampir-hampir tidak tampak dari sisa-sia kontruksi tie-rod/hanger atupun penggantung
tersebut, jika disebabkan derat bautnya dapat dipastikan sekurang-kurangnya
masih tetap tergantung dan berada pada tempat terkoneksinya di
cable-suspension, sementara clamp-clampnya juga tidak tersisa. Sangatlah sayang
jika hal ini dikesampingkan begitu saja, terutama pada kekuatan material
clamp-nya yang pantas untuk dicurigai sebagai penyebabnya.
Dugaan lain, Kolapsnya jembatan yang sedang dalam tahap perawatan
ini, menurut mas Eko dalam tulisannya bahwa,
“pertama tali yang putus dari tengah kemudian secara beruntun tali-tali di sisi
lainnya mengikuti putus dan runtuh”.
Jembatan
sebelum kolaps
Jembatan
setelah kolaps: tampak kabel utama masih utuh
Dasn
pernyataan ini juga dibuktikan oleh foto-foto yang bisa didapati di google, kalau
kabel vertikal nya memang terputus dari kabel utama. Dalam arti, dugaan sementara bahwa kegagalan
konstruksinya ada pada clamp cable hanger nya yang tidak lagi
sanggup menahan perubahan beban. Perubahan beban bisa disebabkan: saat adanya
perawatan yang disebut, pengalihan beban pada sisi tertentu jembatan membuatnya
tidak imbang (terpusat), sementara, kondisi tekanan angin mungkin menambah
tekanan pada kabel, dan dalam kondisi itu, ada baut yang aus, lalu putus.
kondisi
kabel utama dan vertikal
Disisi lain,
ada yang menduga bahwa tiang utama penyangga bergeser dari pondasi, pemikiran
ini tentu juga memungkinkan kearah kabel vertikal tertarik dan kemudian putus.
Daftar Pustaka
http://msyafransmts.blogspot.com/2013/04/kegagalan-struktur-jembatan-kartanegara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar