Indonesia merupakan negara
yang rawan akan bencana gempa bumi. Penyebabnya adalah adanya pertemuan
sejumlah lempeng tektonik dunia yang membujur hampir di seluruh wilayah Indonesia,
seperti pertemuan antara lempeng Australia dengan Asia, yang membentang dari
sebelah barat pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa, Bali, Nusa tenggara hingga
pulau timor dan laut Banda, serta lempeng Asia dengan Pasifik, yang membentang dari
utara pulau Sulawesi, kepulauan maluku, dan utara Papua.
Oleh karena itu,
perencanaan konstruksi bangunan yang tahan dalam menerima beban gempa merupakan
suatu kebutuhan yang sangat penting guna mengurangi terjadinya korban manusia
dan rusak serta runtuhnya bangunan yang terjadi akibat guncangan gempa bumi.
Saat ini, telah ada
beberapa metode untuk menganalisis dan menentukan beban gempa yang menimpa dan
distribusinya pada bangunan. Menurut salah satu analisis pembebanan gempa pada
bangunan yakni pembebanan gempa statik ekuivalen, apabila dikaitkan dengan
kondisi dan berat bangunan, getaran gempa tersebut akan menjadi gaya geser atau
gaya horizontal dasar pada bawah bangunan. Selanjutnya, gaya geser dasar
tersebut didistribusikan sebagai beban lateral/horizontal ke tiap lantai sesuai
dengan ketinggian dan berat lantainya. Semakin tinggi lantai, maka akan
mendapatkan distribusi beban gempa lateral/horizontal yang semakin besar pula. Sehingga
kekakuan, kekuatan, daktilitas dan kemampuan bagian konstruksi untuk meredam
atau mendisipasikan gaya gempa merupakan hal utama yang harus diperhatikan
dalam perencanaan konstruksi bangunan. Konsep balok lemah kolom kuat merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan konstruksi dalam menahan beban
gempa
konsep bangunan dengan
isolator adalah mengeliminasi pengaruh ragam-ragam getar yang lebih tinggi
terhadap struktur. Persamaan gerakan bangunan dengan isolasi seismic akibat
gaya gempa, ditinjau atas dua bagian yaitu pertama untuk struktur bangunan di atas
isolator dan untuk struktur pada level bearing isolator. Salah satu konsep pendekatan
perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan structural
control devices seperti base isolation system atau menggunakan energy
dissipation passive
gambar dari https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/942/05.2%20bab%202.pdf?sequence=6&isAllowed=y
Sistem isolasi dasar menggunakan
material khusus peredam getaran (seismic
isolator) yang terletak diantara bangunan dengan pondasi dasar untuk mencegah
getaran gempa langsung mengenai struktur akibat gempa sehingga beban gempa yang
mengenai struktur menjadi lebih keci;l dan tidak membahayakan struktur beserta
isinya. Berdasarkan dari bahan pembuatnya, isolasi dasar dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu isolasi dasar yang menggunakan bahan karet sebagai isolator (rubber
type seismic isolation) dan yang menggunakan material selain karet sebagai
isolatornya (non rubber type seismic).
Gambar dari https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/1310/05.3%20bab%203.pdf?sequence=7&isAllowed=y
Menurut hasil penelitian,
sifat yang dimiliki oleh bantalan karet ini mampu meredam sekurang-kurangnya
70% akselerasi dipuncak bangunan (BPPP ,1997) dan umur dari pemakaian bantalan
karet ini berbanding lurus dengan umur bangunan rencana, bahkan bisa lebih dari
satu abad. Selain daya tahan, penggunaan karet sebagai isolator juga karena
kapasitas kemampuan simpangan energi yang dimiliki karet sangat tinggi bahkan
lebih tinggi dari baja
Lokasi perletakan
isolator dasar yang dianjurkan adalah serendah mungkin, agar dapat melindungi
struktur sebanyak mungkin. Pertimbangan biaya dan praktis juga mempengaruhi
pemilihan lokasi penempatan isolator dasar ini dan biasanya diletakkan pada
lantai dasar (ground level) atau
dibawah basement
Dari video dibawah kita bisa melihat sistem kerja base isolation sebagai berikut:
Daftar Pustaka
Rikza Hadhala/15315999/4TA06/I Kadek Bagus Widana Putra/Teknik Sipil Universitas Gunadarma